10. Cerita malam ini

“Halo, Adena.” Juna meremat bantalnya kuat, ini pertama kalinya dia menelepon perempuan selarut ini.

“Juan.” Suara Adena terdengar parau. “Gua kangen Juan.”

Juna meletakkan kepalanya di atas bantal. “Kita semua kangen dia, Na. Tapi gak ada yang bisa kita lakuin di sini selain tetap bernapas.”

Suara isakan terdengar dari seberang sana. Adena kembali menangis seperti malam-malam sebelumnya. Dia terus menggumamkan nama Juan di sela isakannya.

Juna hanya diam mendengarkan tangisan perempuan itu. Dalam diamnya dia mulai berpikir, akankah Adena menangis seperti itu juga jika dia kehilangan dirinya suatu saat nanti? Akankah Adena menangisinya setiap malam seperti ini? Akankah Adena merasa kehilangan dirinya?

Juna kembali dari lamunannya ketika menyadari tidak ada lagi suara tangis Adena. Dia melirik ponselnya yang masih menyala, sepertinya Adena tertidur setelah menangisi Juan.

Juna menarik napasnya panjang sebelum berbicara, “Lo kayaknya udah tidur. Selamat malam, Adena.” Juna memutuskan panggilan telepon itu dan beranjak keluar kamar.

Lampu rumah yang sudah mati menandakan para penghuni rumah itu sudah tertidur. Ia melangkahkan kakinya menuju kamar yang terletak di pojok lantai dua rumah, kamar sang kakak, Juan.

Juna menggigit bibir bawahnya sebelum akhirnya membuka pintu itu. Wangi parfum yang biasa Juan pakai sebelum bekerja mengisi ruangan itu. Juna berjalan menuju kasur Juan dan mendudukinya. Biasanya jika dia datang ke kamar ini dan duduk di kasur Juan tanpa izin pasti sang kakak akan memarahinya dan menyuruhnya duduk di lantai. Juna terkekeh pelan saat kata-kata Juan yang memarahinya terputar di otaknya.

Dia beralih pada meja nakas yang terdapat foto Juan yang sedang membawa bunga. Itu foto saat kelulusan Juan.

Juna mengambil foto itu kemudian mengusapnya perlahan. “Lo jahat, Bang. Lo bikin dia nangis,” ujarnya lirih. “Dia kangen lo, Bang.”

Juna menutup wajahnya dengan sebelah tangan, dia menangis. “Gua gak bisa ngelakuin ini, Bang. Sampai kapanpun dia cuman punya lo, dia gak akan jadi milik gua.”

Dia merebahkan dirinya di kasur Juan. Rasanya baru kemarin Juan mengatakan dia diterima kerja dan memeluk dirinya erat saking bahagianya. Rasanya.

Juna memeluk foto itu erat sambil mengusapnya sesekali. Bukan hanya Adena yang merindukan Juan, tapi ia juga.