124. Tolong jaga dia

Sama seperti rencana awal, hari ini Adena benar-benar berkunjung ke rumah baru Juan. Dia tersenyum menatap gundukan tanah itu, rupanya makam ini dirawat dengan baik karena tidak ada rumput liar di atasnya. Gadis itu berjongkok tepat di samping nisan Juan.

“Maaf baru datang sekarang, ya.” Sudah hampir satu bulan dia tidak datang ke tempat ini. Kesibukannya di cafe membuatnya tak leluasa pergi meninggalkan Rana yang mengurus cafe sendirian, terlebih setelah bekerja sama dengan Narendra. “Ada banyak banget yang mau aku ceritain ke kamu, tapi kali ini aku bakal ceritain tentang orang yang kamu kenal aja. Aku mau ceritain Juna.”

“Aku akui awalnya sulit buat percaya dia... tapi besok—beberapa hari lagi, aku bakal tunangan sama dia, laki-laki yang kamu percaya. Memang gak mudah buat naruh kepercayaan di dia setelah semua ini, tapi kalau dipikir-pikir lagi dia orang kepercayaan kamu, jadi aku percaya dia.” Adena mengusap batu nisan itu penuh sayang. “Juna itu... gimana ya jelasin ke kamu tentang dia.” Bibirnya tertarik membentuk senyuman tipis, ada perasaan senang saat membicarakan pemuda itu.

“Juna… dia perlakuin aku dengan baik. Dia perhatian banget, lembut juga. Tipikal soft boy gemes gitu.” Adena terkekeh pelan ketika mengingat wajah Juna yang menurutnya menggemaskan di beberapa keadaan. “Awalnya aku kira dia galak, soalnya waktu itu dia pernah marahin aku. Tapi ternyata salah, waktu itu dia kalut karena kepergian kamu. Dia ada di posisi yang membingungkan waktu itu, dia harus bertanggung jawab sama dirinya sendiri, tapi dia juga merasa bertanggung jawab sama aku karena amanah kamu. Waktu itu aku marah banget, bisa-bisanya kamu biarin orang lain ambil tempat kamu, dan itu adik kamu sendiri. Aku gak suka Juna, dia merasa gak keberatan untuk jaga aku. Tapi waktu itu, waktu aku gak bisa pulang sendiri… dia datang. Dia peluk aku dan bawa aku pulang. Aku kayak lihat kamu di dia. Jangan khawatir, ya… dia jaga aku dengan baik.”

Gadis itu menengadah, menatap indahnya langit kala itu sekaligus menahan air mata yang berlomba keluar dari pelupuk matanya. “Juan... aku gak tau gimana jujur ke kamu, tapi aku... mulai suka dia,” ujar Adena memelan diakhir. Sebuah pengakuan besar yang akhirnya pada hari ini ia ungkapkan di depan makam Juan. “Aku boleh minta tolong?” tanyanya sembari menatap lamat nisan Juan. “Tolong jaga Juna dari atas sana... aku gak mau kehilangan dia.”


Mungkin akan menjadi penyesalan terbesar bagi Juna jika dia langsung pergi begitu saja saat mendengar sepotong percakapan Adena di hadapan makam sang kakak. Mungkin dia akan terus berpikir Adena tak menyukainya jika dia hanya berhenti mencuri dengar saat gadis itu mengatakan “Aku gak suka Juna”.

Maka keputusannya untuk tinggal adalah yang terbaik. Mengetahui dirinya diterima oleh gadis itu cukup membuat hatinya lega. Sekiranya dia berhasil membuka pintu hati gadis itu.