2.

Di sini lah mereka berada, sebuah sirkuit milik keluarga sahabat Ishana. Tempat itu terlihat sepi karena memang sekarang sudah malam. “Saya harus turun atau tetap di sini dengan anda?” tanya Antasena saat melihat Ishana yang asik memakan burger yang tadi dia beli saat diperjalanan menuju tempat ini.

“Lo tetep di sini, lo bakal ikut gua,” jawab gadis itu setelah memakan habis buregernya. Saat tangannya terulur untuk mengambil botol air yang belum dibuka, Antasena sudah lebih dulu mengulurkan botol air yang sudah dibukanya pada Ishana.

Sempat merasa bingung, tapi gadis itu langsung menerima botol air pemberian Antasena. Lumayan, dia tidak harus susah-susah membuka botol air lagi, pikirnya. Setelah merasa cukup, Ishana membenarkan posisi duduknya, bersiap mengendarai kendaraan beroda empat itu.

“Tunggu sebentar.” Antasena menarik seatbelt milik Ishana lalu memakaikannya untuk gadis itu. “Saya tahu anda tidak suka dilindungi dan lebih suka melindungi diri sendiri, jadi, saya akan pastikan anda melindungi diri sendiri. Untuk kali ini pengecualian.”

Ishana mengalihkan pandangannya, dia merasa sedikit terpukau dengan kata-kata Antasena. Ya, jujur saja kata-katanya itu sedikit membuat hatinya berdebar, ingat hanya sedikit. Dia menyamankan posisi duduknya lalu mulai memacu mobilnya dengan kecepatan penuh, melintasi jalanan sirkuit di malam itu dengan cepat. Di sebelahnya terdapat Antasena yang duduk tenang, terlihat santai walau dibawa mengemudi dengan kecepatan secepat ini.

Ishana melirik sekilas Antasena yang masih terlihat tenang, dirinya sedikit merasa kesal karena pemuda itu terlihat biasa saja tidak seperti para bodyguard-nya dulu ketika dia ajak mengemudi di sirkuit seperti ini.

Dengan segala keberanian yang masih gadis itu punya, dia semakin memacu kendaraan beroda empat itu hingga garis finis, berharap sebelum garis finis terlewati ada satu ekspresi ketakutan dari Antasena. Tapi sayang, pemuda itu tetap santai seolah sudah terbiasa dengan hal seperti ini.

Helaan nafas kesal terdengar dari Ishana. “Lo kelihatan biasa aja.”

Dari nada bicara gadis itu Antasena tahu bahwa dia merasa kesal. “Memangnya saya harus seperti apa?” tanyanya bingung.

“Lo gak takut?” tanya Ishana kembali. Dia penasaran kenapa bodyguard barunya ini bisa terlihat sangat santai atau malah terkesan tidak peduli dengannya.

Kerutan di kening pemuda itu cukup membuktikan kalau dia bingung. “Kenapa harus takut? Saya sudah biasa.”

Kali ini Ishana yang mengerutkan keningnya. “Udah biasa apa? Lo suka balapan?”

Antasena tidak menjawab dan malah memberikan penawaran pada gadis itu. “Mau coba ngerasain saya yang bawa mobilnya?”

Ishana tidak tahu pasti apa yang membuatnya kini bertukar tempat dengan Antasena. Ya, pemuda itu sekarang duduk di balik kemudi. Dia menatap wajah Antasena dari samping, merasa terpukau ketika melihat rahang tegas pemuda itu yang terlihat, errr, menggoda.

Lamunannya itu terpaksa buyar ketika tiba-tiba mobil yang ditumpanginya itu melaju dengan kecepatan penuh. Seumur hidupnya baru kali ini dia merasa setakut ini. Dia memang merasa takut, tapi di lain sisi dia merasa senang.

Tepat saat mobil itu berhenti, tawa gadis cantik itu pecah. Entah mentertawakan apa, yang jelas sekarang dia hanya ingin tertawa. “Gua gak nyangka lo bisa bawa mobil ini kayak tadi.”

“Memangnya saya kelihatan kayak orang kolot yang gak bisa bawa mobil dengan kecepatan seperti itu?” tanya Antasena heran.

Ishana berhenti tertawa lalu menatap Antasena dengan serius. “Lo keren bisa kendarain mobil kayak tadi, tapi lo tetep kelihatan kolot sih sebenarnya.”


Sejak hari itu yang Ishana pikirkan hanya bagaimana cara membuat Antasena selalu bersamanya, dalam arti lain dia tertarik dengan pemuda itu. Ayolah perempuan mana yang tidak akan tertarik dengan Antasena. Dia akui bodyguard-nya ini tampan, bertubuh tegap nan atletis, dan jangan lupa dia dapat mengimbangi dirinya.

Antasena itu terlalu luar biasa jika hanya dibiarkan berdiri jauh beberapa meter darinya hanya untuk menjaganya, dia harus memerkan ketampanan pemuda itu dihadapan para teman-temannya.

Di lain sisi, Antasena mulai menanamkan prinsip untuk tidak mengikut campurkan perasaannya dalam pekerjaannya ini. Ya, dia akui Ishana itu cantik, memiliki senyum manis, dan agak sedikit berisik dan itu akan bagus karena dia adalah tipe orang yang pendiam. Tapi kembali pada prinsip awal yang dia terapkan, jangan jatuh cinta pada gadis itu.