200. “Dia Adena tunangan saya”
“Sherena, dia Adena tunangan saya.”
Sherena tersenyum kikuk kemudian mengulurkan tangannya pada perempuan bernama Adena itu. Dia merasa sedikit gugup karena perempuan itu terus memperhatikannya. “Salam kenal. Sherena,” ucapnya seramah mungkin.
“Adena.” Adena tentu membalas uluran tangan itu karena Juna menggenggam sebelah tangannya di bawah meja. Mungkin mengerti jika suatu saat Adena bisa mengamuk pada perempuan yang sempat membuat hubungan mereka berdua renggang. Adena memberikan satu undangan untuk bertuliskan nama Sherena di depannya. “Saya harap kamu bisa datang di pernikahan kami.”
Sherena menerima undangan itu dengan senang hati. Dia juga mengatakan bahwa akan menghadiri pernikahan pasangan itu. Setelah berbincang sebentar, Sherena berpamitan pada Juna dan Adena karena sudah ditunggu oleh keluarganya di rumah.
Baru beberapa langkah Sherena meninggalkan meja mereka, perempuan itu tiba-tiba berhenti berjalan saat mendapati sosok yang nampak familiar di matanya. “Kakak?”
Narendra nampak terkejut dengan kehadiran Sherena di sana. Dia tidak menduga mereka akan bertemu di tempatnya bekerja. “Kamu ngapain di sini?”
Adena yang memperhatikan itu langsung saja mendekatkan dirinya pada Juna. “Ini ada apa?” tanyanya sambil berbisik.
“Dia teman masa kecilnya Narendra.” Juna menjawab sambil berbisik juga. Lelaki itu bahkan sempat mengulum senyum karena posisinya yang begitu dekat dengan Adena.
“Serius? Kamu tau—”
“Tau. Kamu cantik, kan?” potong Juna membuat Adena memukul lengannya kesal. Dan jangan lupakan semburat merah di pipi perempuan itu. “Wajahmu merah, tambah cantik.”
“Gak usah gombal, gak mempan di aku,” ketus Adena. Walau dalam hatinya ia ingin berteriak sekeras-kerasnya karena gombalan receh Juna.
“Penonton kecewa. Gua pikir bakal ada ribut habis ini,” celetuk Hamish yang sedari tadi berdiri di balik meja kasir bersama Rana.
“Otak lo isinya ribut doang, mending lo pulang, kids,” cibir Rana sebelum meninggalkan Hamish sendiri di meja kasir.
Hamish yang ditinggal langsung mengikuti langkah Rana sambil menggerutu. “Kok gua ditinggal sih, Kak. Nanti kalau gua dikira kasirnya gimana? Lo gak kasihan sama gua?”
“Diem, kids.”