22.

Di sini lah mereka berada, di sebuah gedung tua di dekat hutan yang sudah lama terbengkalai. Jieru mengikat tubuh Hanzel di sebuah kursi yang diletakan di dekat jendela gedung. Sepertinya sandiwara mereka akan segera dimulai.

“Lo foto dia dan ancam Allura untuk datang ke sini,” suruh Kenta sambil menghisap rokok miliknya. “Habis ini kita bunuh beneran atau nggak?” tanyanya pada Valerie di sebelahnya.

“Nggak,” jawab Valerie singkat. Dia berjalan menghampiri Hanzel lalu menyamakan tingginya dengan pemuda itu yang sedang duduk. “Lakuin yang benar, kalau nggak peluru di pistol yang dipegang Yunho bakal bersarang di kepala lo,” ucapnya sambil menunjuk dahi Hanzel dengan telunjuknya.

Hanzel melirik pistol yang dipegang Yunho kemudian mengangguk takut, nyawanya hanya satu, jadi, lebih baik menurut saja. “Iya, gua paham.”

Yunho mengambil foto Hanzel dan pistol di tangannya lalu mengirimkannya pada Allura. Lima belas menit kemudian terdengar suara mobil, semua orang di sana kecuali Hanzel dan Yunho langsung bersembunyi dan mengawasi mereka dari balik tembok.

Di luar dugaan, Allura malah menodongkan senjata tajam pada Yunho dan membuat pemuda itu beringsut mundur menghindar dari gadis itu. Dia melirik ke arah Hanzel yang sama paniknya dengannya.

Shit, kok dia malah nodongin senjata sih,” ucap Einhar sambil berbisik.

Valerie menggigit kukunya bingung, otaknya terpaksa bekerja lebih keras untuk mencari jalan keluar dari masalah ini. Tanpa di duga, tiba-tiba Maru mengeluarkan pistol yang dia bawa diam-diam dan mengarahkannya pada Allura.

Dor

Tubuh tak bernyawa Allura jatuh ke lantai gedung yang berdebu dengan keadaan kepala yang berlubang. Hanzel dan Yunho saling tatap, keringat sebesar biji jagung turun dari kening mereka berdua.

Maru berjalan keluar dari tempat persembunyiannya dan menghampiri jasad gadis itu. Dia mengeluarkan sebuah karung yang dia bawa di dalam tasnya kemudian memasukan jasad itu ke dalamnya. “Ayo, kita ke markas besar,” ajaknya setelah mengikat karung itu.

Albert dan Kenta saling pandang lalu mengangguk, memang tidak sesuai dengan rencana, tapi yang penting gadis itu berhasil mereka taklukan. “Ayo.” Kenta berjalan ke arah Maru dan membantunya membawa karung itu.

Valerie berjalan cepat ke arah Hanzel dan membuka semua ikatan di tubuh pemuda itu. “Lo kelihatan kaget,” ucapnya sambil terkekeh pelan.

“Gimana gak kaget, dia tiba-tiba jatuh ke tanah begitu.” Hanzel berdecak kesal saat mengetahui sepatunya terkena percikan darah. “Sepatu gua jadi kotor kan.”

“Banyak omong,” ketus Einhard. “Ayo cepat jalan, kita bawa dia ke markas juga. Kita serahin dia ke Tuan Moon, biarin dia yang nentuin nasib orang itu.”