34
Kayla menenteng kantong plastik berisi nasi gorengnya sambil tersenyum lebar. Dia sudah tidak sabar untuk memakan makanannya saat sampai di rumah.
Gadis itu berjalan menuju sepedanya yang terparkir tidak jauh dari tempat penjual nasi goreng. Matanya tidak sengaja melihat seorang pemuda aneh yang tengah berjongkok di samping sepedanya. Pemuda itu tengah berbicara entah pada siapa. “Itu orang stres atau gimana dah?” tanyanya dalam hati.
Kayla mengabaikan rasa bingungnya dan kembali pada tujuan utamanya, yaitu mengambil sepedanya lalu pulang.
Baru saja gadis itu menggantung kantong plastik berisi makanan itu di sepeda, pemuda aneh yang berjongkok di samping sepedanya itu tiba-tiba tiba terjungkal ke belakang, yang di mana di belakang pemuda itu terdapat parit yang tidak ditutup.
Kayla yang bingung hanya bisa mengerjapkan matanya seraya mencoba mencerna kejadian ini. Dia menepuk pipinya pelan ketika indera pendengarannya menangkap suara pemuda itu yang merintih kesakitan. Kemudian dia mengulurkan tangannya untuk membantu pemuda itu keluar dari parit. Untung saja tangan pemuda itu tidak terkena air kotor yang berada di parit.
“Lain kali jangan jongkok di deket parit, Mas,” tukas Kayla memperingati pemuda itu. “Lagian Mas-nya ngapain sih jongkok di deket parit begitu. Jatoh kan.”
Pemuda itu tertawa konyol sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Saya lagi ngobrol sama jentik-jentik di parit, Mbak. Kasihan mereka kesepian.”
Kini Kayla yang menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Mengajak bicara jentik-jentik? Katanya jentik-jentik itu kesepian? Yang benar saja. Kayla tersenyum kikuk lalu berpamitan pada pemuda itu karena dia harus segera pulang untuk memberikan pesanan milik Kak Abrar.
“Orang-orang hari ini pada kenapa sih?” monolognya saat mulai mengayuh sepedanya menjauh dari tempat tadi.