50. “Anda tidak akan bisa merebut milik saya”

Adena meletakkan buku jurnal berwarna hitam itu di meja. “Ini buku lo.”

“Makasih udah simpan buku gua.” Narendra menerima buku itu dengan senang hati. Buku bersampul hitam itu sangat penting baginya. “Mau pulang bareng gak? Kita searah—” Ucapan Narendra terpotong ketika Juna tiba-tiba menyahut dari belakangnya.

“Sayang, gua gak telat 'kan?” Juna tersenyum sembari berjalan mendekati Adena. Dia meletakkan tas dan jas nya di salah satu kursi kosong kemudian berdiri di samping Adena. “Tadi jalanannya macet, maaf ya.”

Adena mengangguk kikuk, sedikit bingung, tapi tidak menolak sama sekali panggilan sayang dari Juna. “Lo jadi mau kerjain kerjaan kantor di sini? Biar gua buatin kopi kalau lo mau.”

“Boleh. Makasih, ya.” Juna tersenyum lembut kemudian membiarkan Adena berjalan kembali menuju dapur. Dia beralih menatap Narendra yang wajahnya nampak tak bersahabat. “Oh, ada Anda juga di sini,” ucap Juna pura-pura terkejut akan kehadiran Narendra di sana.

Narendra tersenyum miring lalu bangkit, menyamakan tingginya dengan Juna. “Saya rasa Anda harus mulai melihat sekitar, karena saya juga ada di sini dengan tujuan yang sama.”

Juna mengangkat sebelah alisnya sebagai tanggapan dari ucapan penuh makna dari Narendra. “Saya sangat tahu kamu punya tujuan yang sama dengan saya. Maka dari itu saya tidak melihat sekitar, terlebih ada Anda di sekitar saya dan Adena.”

“Posesif,” cibir Narendra diakhiri tawa yang meremehkan.

Juna balas tertawa renyah. Dia maju selangkah mendekati Narendra. “Saya cuman mempertegas apa yang menjadi milik saya maka itu milik saya. Dan Anda tidak akan bisa merebut milik saya.”