65. “Kesel, ya?”

Adena sesekali melirik ke arah jendela cafe, menunggu mobil hitam milik Juna terparkir rapi di halaman cafe. Pikirannya tak bisa tenang sejak mengetahui kabar Juna yang mengalami kecelakaan kecil. Dia takut kembali terulang.

“Itu cowok lo.” Rana menyenggol Adena pelan lalu melesat menuju dapur, bersembunyi di sana agar tak mengganggu pasangan itu.

Juna nampak berjalan dengan semangat memasuki cafe. Dia tidak mengenakan jasnya, hanya kemeja putih lengan panjang yang digulung hingga sikut dan celana bahan berwarna hitam. Rambutnya juga nampak berantakan, tak seperti biasanya yang tertata rapi kebelakang.

Adena menghampiri pemuda itu. Dia menatap mata lelah Juna yang masih bisa dia lihat walau terhalang kacamata pemuda itu. “Lo gak apa-apa? Ada yang sakit? Muka lo pucet, Ju.”

“Gua sehat, Na. Lo lihat 'kan? Gua sehat.” Juna tersenyum dan tanpa sadar mengusap kepala Adena. Dia mengedarkan pandangannya, cafe hari ini tak banyak pengunjung, hanya beberapa meja saja yang terisi. “Ada Narendra?” tanyanya sambil berbisik.

Adena menggeleng sebagai jawaban. Narendra sudah pulang sejak siang tadi. “Mau ngobrol di sini atau di tempat lain?” tanyanya mengingat Juna ingin mengobrol dengannya tentang masa lalu.

“Kalau lo gak masalah... di mobil aja,” jawab Juna yang langsung diiyakan Adena. Gadis itu berlari menuju lemari dan mengambil tasnya.

“Ayo pulang.”

Juna mengangguk dan membiarkan Adena berjalan terlebih dahulu menuju mobil. Dia bahkan membukakan pintu mobilnya untuk Adena. Rana yang diam-diam memperhatikan mereka sontak menggigit jarinya menahan gemas.

“Aduh, langgeng deh kalian. Jangan sampai ada orang ketiga.” Rana menggumam sembari memperhatikan mobil itu yang perlahan berlalu dari cafe.

“Lo mau tau dari segi apa aja?” tanya Adena membuka percakapan.

“Tentang hubungan lo sama Narendra. Kalian pacaran?” Juna melirik sekilas Adena yang terlihat tersenyum masam. Sepertinya pertanyaannya barusan menyinggung gadis itu. Tapi Adena sendiri mengatakan jika dia akan menjawab pertanyaan darinya, jadi menurutnya ini tak masalah.

“Gua... gak pacaran sama dia.” Adena menjawab dengan pelan. Juna bisa menebak dari nada bicaranya jika Adena masih sedikit sedih dengan hal itu.

“Kenapa?”

Adena nampak mengulum bibir, nampak berpikir untuk menjawab seperti apa. “Karena dia gak mau pacaran,” jawabnya terdengar ragu.

Juna dapat simpulkan Adena juga tidak mengetahui dengan pasti kenapa mereka tidak berpacaran. “Katanya gua denger-denger dia gak mau pacaran karena nungguin teman kecilnya. Itu benar?” Juna bertanya dengan niat memancing Adena untuk menceritakan yang sebenarnya. Dan ya, Adena terpancing.

“Lo tau itu dari siapa?”

Juna melirik Adena kemudian tersenyum. “Informan.” Dapat dia dengar Adena berdecak pelan. Sepertinya dia baru saja membuat gadis itu merasa kesal. “Jadi benar nggak?”

“Nggak tau. Gua gak tau itu benar atau nggak,” jawabnya sedikit ketus. “Tapi kemungkinan besar... benar.”

Juna mengulum senyum setelah memarkirkan mobilnya di depan rumah Adena. Kemudian ia menoleh. “Kesel, ya?” tanyanya dengan nada jahil membuat Adena memutar matanya. “Maaf udah buat kesel karena bahas ini lagi, ya. Karena sekarang udah sampai rumah, lo bisa turun dan istirahat di rumah. Good night, Na.”

Adena nampak terkejut. Kemudian dengan kikuk mengangguk dan keluar dari mobil Juna tanpa membalas ucapan pemuda itu dengan wajah yang memerah.