77
Geya berjalan dengan hati-hati sambil membawa dua mangkuk mie instan yang masih panas yang baru saja dia masak. Dia meletakan mangkuk itu di meja di ruang keluarga.
“Widih enak bener nih.” Bang Atma menggosok kedua tangannya lalu mengambil salah satu mangkuk mie instan itu. “Makasih bestie.”
“Gua bukan bestie lo,” sinis Geya lalu duduk di samping Bang Atma. “Lo gak mau cerita ke gua, Bang?”
Atma menatap Geya sejenak lalu menghabiskan makanan di dalam mulutnya. “Bukan harusnya gua yang suruh lo cerita, ya? Auriga siapa?”
“Lo kenal dari mana Auriga?”
Atma menunjuk ponsel Geya yang terletak di atas meja dengan matanya. “Barusan dia chat lo, terus gua lihat aja dari notifikasi. Dia pacar lo?”
Geya menggeleng singkat. “Udah putus.”
“Dia gamon kayaknya,” celetuk Atma santai.
“Emang.” Geya meletakan mangkuknya di meja. “Sekarang jangan alihin pembicaraan. Lo kenapa tiba-tiba pulang?”
Bang Atma mendengus kesal mendengar pertanyaan dari si paling muda. “Emang kenapa sih kalau gua pulang ke rumah sendiri? Lo gak suka ketemu Abang lo yang paling ganteng ini?”
Gadis cantik itu bergidik. “Geli banget gua dengernya. Tumben inget rumah, gua pikir lo sejenis sama papa, betah di negara orang, lupa sama rumah sendiri.”
Atma memilih diam dan tidak membalas ucapan sang adik. Dia lebih dari paham dengan ucapan sarkas gadis cantik itu.