79
Sepasang kakak beradik itu berjalan beriringan menghampiri seorang pemuda yang tengah duduk santai di lapangan kampus. Bang Atma yang melihat Auriga tengah menatap mereka berdua langsung menggandeng tangan Geya dan berpura-pura seolah mereka benar-benar pacaran.
“Akting dulu bentar,” bisik Bang Atma sambil tersenyum jahil saat melihat wajah kesal Auriga.
“Oh, lo pacar barunya Geya.” Auriga menatap tak suka Bang Atma. Sorot mata pemuda itu menajam dan penuh rasa ketidak sukaan. “Nyali lo gede juga, ya.”
Bang Atma tersenyum miring lalu mendekati Auriga. Dia menatap remeh pemuda yang seumuran dengan adiknya itu. “Oh, jelas nyali gua gede. Omong-omong nyali lo gede juga, ya, sampai bisa macarin Geya. Gak takut dilabrak sama Abangnya?”
“Halah, Abangnya doang mah gampang,” ujar Auriga meremehkan. “Gua sentil dikit aja pasti udah nangis-nangis minta maaf.”
“Oh, ya?” Bang Atma menatap Geya sekilas lalu kembali tersenyum miring. Dia membuka jaketnya dan menyisakan kaus tanpa lengan berwarna putih. “Mau coba satu lawan satu nggak?”
Pemuda yang lebih muda itu meneguk ludahnya gugup, otot bisep Bang Atma terlalu menyeramkan, sekali dia dipukul pasti langsung masuk rumah sakit.
“Kenapa diam aja?” Bang Atma menaik turunkan alisnya menggoda Auriga yang terlihat sedikit takut. Pemuda yang lebih tua tiga tahun itu maju selangkah mendekat ke arah pemuda itu. “Btw gua abangnya Geya, jadi nyentil gua nggak?”
Auriga rasa jantungnya jatuh ke perut, kakinya mendadak lemas, di depannya berdiri kakak dari sang mantan kekasih. Kalau waktu bisa diulang pasti dia tidak akan berbicara aneh-aneh terhadap Bang Atma.
Dia melirik Geya yang berdiri tidak jauh darinya dan Bang Atma, meminta bantuan. “Maaf, Bang, tadi cuman bercanda,” cicitnya lalu berlari ke arah Geya dan bersembunyi di balik tubuh gadis itu. “Tolongin gua, Eya. Gua kaga tau dia Abang lo. Gua gak mau dipukulin Abang lo, yang ada gua jadi remahan rengginang nanti.”
Geya tertawa pelan mendengar ucapan Auriga yang terdengar benar-benar ketakutan. “Gua bantuin doa aja, ya.”
“Woi, Auriga! Sini dong.” Bang Atma menarik Auriga dari balik punggung Geya. Dia menatap tajam pemuda itu sambil merangkul bahunya. “Jangan deket-deket adik gua dong, lo mau gua sentil?”