8.
Valerie menggandeng lengan Hanzel kemudian berbisik, “Jangan banyak tingkah dan jangan coba-coba untuk kabur.”
Hanzel mengangguk paham dan mulai mengikuti langkah gadis itu masuk ke gedung bertingkat di hadapannya. Sesekali gadis yang tengah menggandengnya itu tersenyum pada beberapa pegawai yang menyapanya.
“Kita mau ketemu siapa?” tanya Hanzel saat mereka memasuki cafe yang ada di lantai dasar kantor.
Gadis cantik itu tidak menjawab pertanyaan Hanzel dan malah terus berjalan menuju pojok cafe. Tapi tiba-tiba langkahnya terhenti saat matanya tak sengaja menatap siluet seseorang. Matanya memicing, berusaha menatap sosok itu dengan benar. “Gak mungkin,” gumamnya tidak percaya.
Buru-buru dia berjalan ke arah kasir dan pura-pura akan memesan makanan. “Halo, aku pesan seperti biasa ya,” ucap Valerie ramah pada pegawai yang berjaga di kasir itu.
“Ah, halo Nona Valerie, sudah lama tidak bertemu,” sapa si pegawai itu ramah. “Apa ada yang Anda inginkan lagi?”
Valerie samar tersenyum miring, dia mendekatkan tubuhnya ke arah pegawai itu. “Siapa gadis yang menggunakan kemeja berwarna putih yang duduk di dekat jendela itu?” tanyanya sambil berbisik.
“Kudengar namanya Ara, dia bukan orang Korea. Dia baru bekerja di sini selama dua bulan. Aku dengar dia adalah kekasih baru Tuan Yunho, mereka beberapa kali terlihat bermesraan di kantor,” jelas pegawai itu sambil berbisik juga.
Valerie mengangguk paham kemudian mengucapkan terima kasih pada pegawai itu. Tidak lupa dia membayar pesanannya dan melebihkan sedikit bayarannya untuk pegawai itu sebagai bayaran dari informasi yang diberikannya.
“Lo ngomong apaan sama orang tadi?” tanya Hanzel ketika Valerie memberikan segelas minuman padanya.
Valerie tersenyum manis lalu kembali menggandeng Hanzel. “Kita pulang sekarang, sayang.” Mereka berdua bergegas keluar dari kantor dan kembali menuju mansion sebelum yang lainnya pulang. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang mengawasi gerak-gerik mereka sedari tadi.
Valerie berjalan santai memasuki mansion tanpa menyadari bahaya yang sedang mengintainya. Sampai tiba-tiba sebuah benda tumpul menempel di keningnya bertepatan dengan teriakan kesakitan dari Hanzel yang ada di belakangnya.
“Lo bawa bajingan itu kemana?” tanya Yunho dingin. Pemuda yang lebih tua darinya tiga tahun itu menatapnya tajam seolah dia adalah musuhnya.
Valerie yang ditatap tajam seperti itu malah tersenyum miring, menantang pemuda itu. “Gua cuman ajak dia jalan-jalan aja,” jawabnya santai lalu menyingkirkan pistol yang ada di keningnya. Dia berbalik dan mendapati Hanzel yang tengah memegangi perutnya. Helaan napas kesal terdengar dari bibir gadis itu. “Perlu berapa kali gua bilang untuk gak asal ninju orang, Kenta.”
Kenta yang sedang asik memakan takoyakinya hanya tertawa bodoh dan menyatukan kedua tangannya seolah mengatakan “Maaf”.
“Kita bicarain setelah ini.” Gadis cantik itu mendengus lalu membopong tubuh Hanzel menuju kamarnya.
Tiba-tiba Maru datang dan membantunya membopong tubuh Hanzel. “Lo gak akan kuat kalau sendiri,” ucapnya datar tanpa menatap wajah Valerie.
Setelah mengantar Hanzel menuju kamarnya, gadis cantik itu menarik tangan Maru menuju kamarnya. “Lo tadi pagi ke mana?” tanyanya tanpa basa-basi.
“Itu bukan urusan lo.” Maru menatap datar Valerie kemudian menempelkan jarinya di kening gadis itu sesaat. “Terlalu banyak isi,” ucapnya tak jelas lalu mendorong kening gadis itu dan bangkit dari duduknya, hendak meninggalkan ruangan.
Valerie menggeram kesal lalu menarik Maru untuk kembali duduk kemudian ia berdiri di hadapan pemuda itu. “Lo kenapa sih? Pagi-pagi udah hilang terus tadi tiba-tiba muncul bantu gua bawa Hanzel ke kamarnya, dan sekarang malah bilang gua terlalu banyak isi. Maksud lo gua gendut?” tanya gadis berambut panjang itu kesal. Dia bahkan tidak sadar jika sudah berbicara panjang.
Maru tersenyum tipis lalu menarik pinggang Valerie agar mendekat ke arahnya. Pemuda tampan itu melepas topinya kemudian menyembunyikan wajahnya di perut datar milik Valerie. “I’m jealous.”