Fakta baru
Irga menggeleng kuat. Pasangan yang ada di depannya ini bukan orang tuanya. Orang tuanya hanya bapak dan ibu Abinaya.
“Irga ayo pulang sama Mama nak, kita pulang ke rumah kita bukan rumah ini,” bujuk wanita yang mengaku sebagai Mama Irga.
“Lo bukan Mama!” pekik pemuda itu menggema di rumah milik keluarga Abinaya. Dia berlari ke arah Joya dan memeluk kaki sang kakak erat. “Maafin Irga, Mbak, Irga janji nggak akan nakal lagi, tapi suruh orang itu pergi. Irga gak mau sama yang lain, Irga cuman mau Mbak. Maafin Irga Mbak,” mohonnya sambil menangis sejadi jadinya.
Sedangkan Joya masih asik memandang keluar jendela. Dia enggaan menatap Irga yang menangis sambil memeluk kedua kakinya.
“Joya, nanti kalau ada orang yang datang mau ambil adik adik... Joya harus ikhlas, ya, gak boleh marah, gak boleh dicegah juga,” ucap bapak suatu hari.
Joya kecil yang diberi tau seperti itu hanya mengangguk lucu. Dia masih tidak mengerti dengan ucapan bapak saat itu. Tapi sekarang dia tau kalau orang yang bapak bilang itu adalah orang tua kandung sang adik.
Joya sadar suatu saat mereka akan datang dan menjemput anak kandung mereka. Seperti kata bapak, Joya tidak akan marah dan mencegah mereka. Dia tidak sejahat itu sampai memisahkan anak dan orang tua kandungnya.
“Lihat Irga, Mbak. Jangan diem aja! Jawab Irga!” teriak pemuda delapan belas tahun itu frustasi. “Irga bakal ngelakuin apapun yang Mbak mau asal Mbak maafin Irga dan nyuruh mereka pergi.”
Joya menghela napas pelan. Dia mengusap tangan Gema yang berada di bahunya. “Tolong anter aku ke kamar, disini berisik banget.”
Gema menatap sekilas Irga lalu mengangguk. Tanpa bicara dia langsung mendorong kursi roda Joya ke kamar milik gadis cantik itu.
Irga menatap tak percaya Joya yang mengabaikannya dan pergi begitu saja. Tangisannya menjadi lebih keras. Dia sadar ini salahnya, harusnya dia lebih baik pada Joya.
Gema berjalan menghampiri orang tua kandung Irga. Dia meminta mereka untuk datang lagi nanti karena ini terlalu mendadak untuk Irga. Walau keberatan, orang tua kandung Irga akhirnya pun sepakat akan datang beberapa hari lagi dan memberikan waktu bagi Irga.
Gema menatap dingin Irga. “Mau lo minta maaf sampai nangis darah juga kesalahan lo gak termaafkan,” ucapnya datar lalu berjalan keluar rumah.
Irga mengacak rambutnya dan berlari memasuki kamarnya. Dia langsung mengunci pintu dan kembali menangis. “Bapak... Ibu... maafin Irga udah jahat sama Mbak Joya,” lirihnya.