4. Malam tanpa kamu
Malam ini terasa lebih dingin dan menusuk bagi Adena. Rasanya malam ini begitu panjang dan menyakitkan. Iya, menyakitkan kala sadar jika Juan tidak lagi bersamanya. Rasanya ternyata sesakit ini, pikirnya. Ditinggalkan sosok terkasih secepat ini ternyata begitu menyakitkan.
Adena menatap sekeliling kamarnya. Pandangannya berhenti pada jaket berwarna biru yang digantung di belakang pintu. Itu jaket milik Juan. Itu adalah jaket favorit sang kekasih. Jaket itu merupakan hadiah ulang tahun dari Adena saat Juan berulang tahun ke 25, artinya itu tiga tahun yang lalu.
Tapi bulan lalu, Juan secara tiba-tiba menitipkan jaket itu di rumahnya, katanya nanti dia akan mengambil jaket itu suatu saat, ya, suatu saat. Tapi akhirnya itu semua hanya wacana, Juan tidak akan pernah datang untuk mengambil jaket itu kembali.
Pandangan Adena beralih menuju meja nakas. Di atas meja itu terdapat fotonya dan Juan yang tersenyum lebar pada kamera. Foto itu diambil saat mereka merayakan tiga tahun hubungan mereka. Saat itu mereka mulai membahas ke mana hubungan mereka berakhir. Juan berjanji akan melamar Adena tahun depan, saat tabungannya dirasa cukup untuk mereka berdua.
Harusnya bulan ini janji Juan terpenuhi karena dua minggu lagi mereka akan melaksanakan lamaran, tapi sayang, Juan tak lagi miliknya. Kekasihnya diambil semesta.
Adena hancur. Harapannya untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama Juan pupus begitu saja begitu mendapat telepon dari Reynald kemarin malam. Lelaki itu menangis tersedu-sedu sambil mengucapkan nama Juan berkali-kali. Adena berusaha menenangkan Reynald dan memintanya untuk menjelaskan maksud dirinya menelepon Adena selarut ini. Reynald dengan suara serak dan terputus-putus akhirnya mengatakan jika Juan telah berpulang malam itu.
Kali ini Adena lah yang menangis. Dia menangis sekeras-kerasnya, berusaha menunjukan pada dunia jika kabar yang diberikan Reynald menghancurkan dirinya. Adena hendak mendatangi rumah Juan, tapi Reynald melarang dan meminta Adena untuk datang besok pagi saja, bersamaan dengan jasad Juan yang dibawa ke rumah sebelum dikebumikan.
Malam itu Adena merasa separuh dirinya hancur tak bersisa. Juannya direngut paksa oleh semesta. Dalam sekejap semua mimpinya tentang berumah tangga dengan Juan lenyap, berganti dengan jutaan mimpi buruk tentang nasib hidupnya tanpa kehadiran lelaki itu. Juannya, kekasihnya, yang selalu menemani dan mendengarkan segala keluh kesahnya telah pergi.
Dia pergi ke rumahnya.
Rumah yang sesungguhnya.