Red Carnation
by aeadyvyn
“Bukan dunia yang sempit, Amora. Tapi gua yang terus berusaha ada di sekitar lo.”
Akhir-akhir ini air langit lebih sering turun dibandingkan beberapa bulan sebelumnya, wajar saja karena sekarang mulai memasuki musim hujan. Langit yang menjadi gelap, angin yang bertiup kencang dan suhu yang menurun menjadi pertanda turunnya buliran air dari langit.
Amora tidak membenci hujan, tapi juga tidak menyukai hujan. Hujan selalu membawa perasaannya melayang jauh ke langit dan jatuh kembali ke tanah dengan mudah, memainkan perasaannya seolah ia adalah permainan yang menyenangkan. Hujan selalu punya caranya sendiri untuk menyimpan semua kenangannya, entah itu kenangan yang menyenangkan atau menyedihkan. Hujan selalu menjadi saksi bisu berbagai peristiwa, entah itu pertemuan atau perpisahan.
Gadis berusia 24 tahun itu menghela napas berat, sepertinya dia harus pulang sekarang sebelum hujan bertambah deras. Dia melepas apron yang dipakainya dan menyimpannya di lemari khusus, setelah itu berjalan ke meja kasir untuk merapikan barang-barangnya.
“Amora.” Seorang pemuda membuka pintu cafe dan berjalan ke arah gadis itu dengan paper bag di tangannya.
Amora tahu siapa pemuda itu, Kheeva, kakak tingkatnya semasa kuliah dulu. Kheeva bukan sekedar kakak tingkatnya, tapi dia adalah orang yang Amora sukai sejak empat tahun lalu.
Gadis itu tersenyum tipis dan mempersilahkan Kheeva untuk duduk di salah satu meja. “Dunia sempit banget, ya. Kita ketemu lagi di sini,” ujar Amora diakhiri tawa canggung.
Kheeva mengangkat sebelah alisnya lalu tersenyum penuh makna. “Bukan dunia yang sempit, Amora. Tapi gua yang terus berusaha ada di sekitar lo.” Pemuda tampan itu terkekeh melihat wajah terkejut adik tingkatnya itu. Dia beralih mengeluarkan buket bunga anyelir merah dari dalam paper bag kemudian menyodorkannya pada Amora.
Amora yang bekerja sambilan di toko bunga milik kerabatnya jelas tahu makna dari bunga pemberian Kheeva. Bunga anyelir merah melambangkan cinta, pesona dan kekaguman. Dia mengangkat wajahnya menatap Kheeva meminta penjelasan. “Untuk apa?”
Pemuda itu menegakan tubuhnya kemudian menatap Amora tepat di matanya. Dia terdiam sesaat mengagumi betapa indahnya mata milik gadis itu sampai Amora memutus kontak mata mereka.
“Katanya bunga itu bisa jadi sarana untuk mengungkap perasaan,” jawab Kheeva santai. Pemuda berusia 25 itu menggulung lengan kemejanya hingga ke siku. “Tapi kayaknya lo butuh kata-kata secara langsung, bukan yang tersirat kayak gini.”
Kheeva melirik buket bunga pemberiannya yang berada di atas meja kemudian mengulum senyum. “Bunga anyelir merah melambangkan cinta, pesona dan kekaguman. Bunga ini melambangkan rasa cinta dan kekaguman gua terhadap diri lo. Pesona lo sama seperti bunga ini, cantik dan enak dipandang setiap saat. Lo selalu menjadi candu tersendiri untuk gua.”
Amora diam seribu bahasa, bibirnya mendadak kelu, tidak tahu harus bicara seperti apa. Ucapan Kheeva barusan membuatnya terkejut. Terbesit rasa senang di hatinya saat mengetahui pemuda itu juga menyimpan rasa padanya. Apa ini yang dimaksud pernyataan cinta?
“Maaf karena butuh empat tahun untuk berani ngutarain perasaan gua.” Kheeva kembali berujar dengan lembut. Perlahan senyum terbit di wajah pemuda tampan itu. “Amora, gua cinta lo sejak empat tahun lalu. Gua terus berusaha mencari lo setelah kelulusan gua tiga tahun lalu, tapi lo seperti hilang ditelan bumi, nggak ada di mana-mana. Sampai akhirnya kita ketemu di supermarket kemarin, gua benar-benar bersyukur bisa ketemu lo lagi setelah sekian lama.”
Kheeva meraih tangan Amora lalu menggenggamnya lembut dan hati-hati seolah itu adalah benda berharga. “Amora, bahkan setelah empat tahun perasaan gua tetap untuk lo.”
Amora sontak menatap Kheeva saat mengetahui pemuda itu mencarinya selama ini. Dia pikir Kheeva melupakannya setelah kelulusan pemuda itu, tapi ternyata dugaannya salah. Selama ini dia terus menghindari segala hal yang berhubungan dengan Kheeva agar bisa melupakan perasaannya pada pemuda itu, tapi pemuda itu malah berusaha mencarinya dan masih menyimpan perasaan untuknya setelah bertahun-tahun tak bertemu.
“Lo gak perlu bilang ke gua, Amora. Gua tahu lo punya rasa yang sama kayak yang gua rasain.” Kheeva terkekeh pelan lalu mengambil sebuah kertas dari dalam paper bag dan memberikannya pada gadis itu.
Amora tau kertas itu apa, itu undangan pernikahan. Undangan pernikahan berwarna navy dengan tema minimalis itu terdapat nama Kheeva di depannya sebagai mempelai pria, tapi tidak ada nama mempelai wanita di undangan itu. Amora menggeleng tak percaya, apa Kheeva sedang mencoba memainkan perasaannya dengan mengutarakan perasaannya lalu memberikan undangan pernikahan pemuda itu setelahnya. “Gua gak ngerti ….”
“Di sini nggak ada nama mempelai wanitanya.” Kheeva menunjuk space kosong di undangan itu tepat di sebelah namanya. Diam-diam dia mengeluarkan kotak beludru berwarna merah dari sakunya dan meletakannya di samping undangan itu. “Apa lo bersedia menjadi mempelai wanitanya?”
Amora menutup mulutnya tak percaya dengan apa yang terjadi sekarang. Kheeva baru saja melamarnya. “Kheeva ….”
Kheeva tersenyum simpul kemudian mengambil kotak beludru yang berada di meja. Pemuda itu bangkit dari duduknya dan berlutut di sebelah Amora. Tangannya membuka kotak itu dan memamerkan isinya. “Amora, apa kamu mau menghabiskan sisa hidup dengan melihat aku saat pertama kali bangun tidur dan sebelum kamu tidur?”
Amora rasa matanya memanas dan mulai berair. Perlahan air mata mulai mengaliri pipinya, dia merasa terharu karena tindakan Kheeva barusan. Gadis cantik itu menganggukan kepalanya seraya tersenyum, menerima ajakan Kheeva untuk menghabiskan sisa hidup bersama.
“Terima kasih, Amora.” Kheeva tersenyum lebar, mata pemuda itu juga terlihat berair. Dengan cepat dia memakaikan cincin itu di jari manis Amora. Cincin itu terlihat semakin indah ketika dipakai gadis itu. Kheeva mencium tangan Amora lembut kemudian memeluk daksa gadis cantik itu erat dan penuh kasih sayang.
Untuk kesekian kalinya, hujan memiliki peran dalam momen hidup mereka. Kali ini hujan kembali menyimpan kenangan indah, kenangan yang tak akan Kheeva dan Amora lupakan selama hidup mereka. Hujan juga menjadi saksi bisu kisah cinta mereka, bagaimana Kheeva akhirnya berani melamar gadis pujaan hatinya sejak empat tahun lalu itu.
Kheeva dan keberaniannya yang muncul saat hujan datang dengan bantuan bunga anyelir merah yang membantunya mengungkapkan perasaannya pada Amora. Kheeva tidak akan pernah melupakan semua ini, bunga anyelir merah dan hujan.