What if ; Ghazi-Kayla backstreet

Ghazi menarik tangan Kayla melewati koridor yang masih ramai oleh siswa-siswa yang mengobrol. Beberapa dari mereka bahkan berbisik-bisik sambil menatap aneh mereka berdua. Dia membawa Kayla ke koridor yang berada di paling pojok. Ghazi menatap sekitar, memastikan tempat itu sepi kemudian melepas pegangan tangannya. Dia menatap serius lawan bicaranya itu. Tidak ada wajah konyol yang biasa dia tunjukkan pada Kayla. Hanya ada wajah marah, kesal, dan khawatir di sana.

“Gua cuman makan bareng, Zi.” Kayla tahu ke mana arah pembicaraan mereka ini. Ghazi akan kembali berkata jika dia tidak mau Kayla jauh-jauh darinya. “Tadi gua minta tolong ke dia buat temenin ke kamar mandi, terus baliknya sekalian ke kantin bareng.”

“Tapi–”

“Masa iya gua ngajak lo ke kamar mandi, yang ada malah dipanggil ke BK,” potong Kayla sebelum Ghazi protes lebih lanjut. “Udah gak usah marah-marah, cepet tua yang ada.”

“Gua gak marah tuh.” Ghazi menggeleng padahal dari nada bicaranya saja dapat diketahui jika dia marah.

“Ya udah kalau gak marah senyum dong, jangan cemberut kayak gitu terus,” bujuk Kayla sambil menekan-nekan tangan Ghazi yang diam di samping tubuhnya. “Jangan cemberut gitu, gantengnya jadi hilang. Mending senyum aja, jadi tambah ganteng.”

Perlahan tatapan Ghazi mulai melunak. Dia mengulum senyum kemudian mengalihkan pandangannya. Ghazi menutup mulutnya berusaha menyembunyikan kedua sudut bibirnya yang tertarik ke atas.

“Kenapa?” tanya Kayla bingung. Dia maju selangkah mendekat pada Ghazi kemudian menatap lekat wajah pemuda itu. “Kok lo malah senyum-senyum, sih.”

Ghazi menyerah. Dia tidak bisa menyembunyikan senyumannya lagi. Dibalasnya tatapan Kayla lalu terkekeh. “Nggak apa-apa.”

“Aneh.”

Ghazi kembali terkekeh mendengar cibiran Kayla. Dia menangkup wajah gadis itu kemudian memeluknya, menyembunyikan wajah cantik itu di dalam pelukannya. “Jangan lucu-lucu dong, aku jadi gemes.”

“Lagian siapa suruh marah-marah terus. Kamu pikir aku bisa langsung jauhin dia? Ya nggak lah. Nanti dia curiga kalau aku langsung jauhin dia,” jawab gadis itu teredam pelukan Ghazi.

Ghazi memekik tertahan. Dia mencium puncak kepala Kayla berkali-kali. “Pokoknya nanti pulang sekolah harus sama aku. Gak mau tahu pokoknya harus.”

Kayla mengangkat wajahnya dan menatap Ghazi yang masih asyik tersenyum. “Iya-iya, Ghazi. Nanti kita pulang bareng.”

Ghazi mendekatkan wajahnya pada Kayla hendak mencium kening gadis itu sampai ekor matanya menatap pintu ruang loker yang berada di dekat sana terbuka. Dengan cepat dia mendorong tubuh Kayla dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

Rasya, orang yang baru saja keluar dari ruang loker itu menatap kedua temannya bergantian. “Lo berdua ngapain di sini?”